Oleh : Ravikhatul Fitri
Pernikahan adat Kurai di Bukittinggi adalah bukti nyata tentang ketahanan budaya Minangkabau. Prosesinya yang sarat makna dan simbolisme, mencerminkan nilai-nilai luhur seperti kesopanan, kehormatan, dan musyawarah mufakat. Di tengah arus modernisasi, pernikahan adat Kurai tetap lestari, menunjukkan kepedulian masyarakat Bukittinggi terhadap warisan budaya leluhur. Semoga tradisi ini terus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang. Ada beberapa langkah yang harus dilalui sebelum upacara pernikahan dilaksanakan yaitu :
Masa Perkenalan
Pada zaman dahulu proses ini tidak dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan, melainkan oleh pihak keluarga. Karena masyarakat Kurai menganut sistem Matrilinial maka yang memulai proses perjodohan adalah pihak perempuan.
Dalam proses perjodohan ini yang memegang peranan penting pertama kali adalah Mamak / Paman ( saudara laki – laki ibu) atau ayah dari calon pengantin wanita. Mereka secara bersama mencarikan jodoh untuk putri atau kemanakan perempuannya, jika sangat ayah mempunyai calon yang berbeda dengan mamak, maka mereka akan mengadakan musyawarah sampai ada kata mufakat.
Setelah ada kata sepakat antara mamak dan ayah calon pengantin wanita tadi maka diadakan istilah meresek, pihak keluarga perempuan tidak langsung memberitahukan kepada pihak keluarga laki – laki akan tetapi melalui atau mendekati pihak kerabat keluarga pria yang terdekat hubungannya untuk mencari keterangan mengenai calon yang dituju dan biasanya yang ditanyakan mengenai keluarganya, silsilah, dan sifat maupun yang lainnya. Langkah selanjutnya adalah mendekati keluarga orang tua si calon dan membicarakan niat dan tujuan mereka untuk menjodohkan anak mereka, jika kata sepakat tercapai maka langkah selanjutnya adalah meminang. Sampai pada langkah ini calon pengantin pria dan wanita belum saling mengenal.
Meminang
Beberapa orang dari keluarga calon pengantin wanita yaitu 2 atau 3 orang paling banyak, biasanya mamak mamak dan dunsanak datang kerumah calon pengantin pria untuk meminang dengan mengenakan pakaian biasa. Dalam kunjungan ini mereka dinanti ( disambut) oleh pihak keluarga calon pengantin laki – laki, yang terdiri dari orang tua laki-laki, saudara yang telah menikah, mereka hanya mengenakan pakaian biasa, disaat inilah dirundingkan persesuaian perjodohan calon anak dari dan marapulai
Babaluak Tando
Upacara ini dimaksudkan untuk mengikat calon pengantin pria (marapulai) dengan calon pengantin wanita (anak daro) sesudah disampaikan kesepakatan.
Diwaktu meminang, orang tua dan kerabat calon anak daro datang kerumah calon marapulai dalam dua kelompok, yaitu kelompok laki-laki dan perempuan. Kelompok perempuan terdiri atas ; ibu, saudara perempuan ibu, bako (saudara perempuan ayah) , kakak perempuan yang sudah nikah 2 orang, dan jiran tetangga, sedangkan kelompok laki-laki terdiri atas ; ayah, mamak (saudara laki-laki ibu), suami dari kakak perempuan, dan tetangga atau orang kampung 2 orang untuk menitah dan biasanya mereka terdiri atas 5 atau 6 orang dan mengenakan pakaian adat serta membawa juadah yang terdiri atas :
10 liter kecil beras
sesisir pisang gadang
satu bungkus rubik belo jala
satu barang lemang dipotong-potong
sirih lengkap dalam cerana
satu bungkus kipang emping
Disamping membawa juadah mereka juga membawa benda sebagai tanda pengikat berupa sarung bagi lelaki dan selendang bagi wanita. Orang tua dan kerabat marapulai menerima mereka dan menghidangkan pula bermacam juadah untuk disantap bersama-sama dengan memberikan tanda pengikat berupa sarung lekaki dan selendang wanita yang berarti dalam acara ini kedua belah pihak telah menyiratkan bahwa mereka sangat serius untuk menjodohkan anak mereka. Pada kesempatan ini pula kedua belah pihak keluarga membicarakan dan memutuskan hari pelaksanaan upacara pernikahan dan hari pelaksanaan baralek tidak boleh lebih dari 3 bulan setelah acara babaluak tando.
Ma anta pitih (uang)
Dengan berpakaian adat pihak keluarga dan kerabat calon marapulai yang terdiri dari 5 atau 6 orang datang membawa sejumlah uang untuk diserahkan kepada keluarga calon anak daro dengan maksud “ Ringan Sajujunjuang Barek Sapikua “ yang artinya biaya pernikahan itu sama-sama ditanggung oleh kedua belah pihak.
Yang sangat penting ketika menyerahkan uang tersebut, pihak calon anak daro harus menyerahkan pula sejumlah uang (kalau diartikan sebagai harga wanita) kepada keluarga calon marapulai, yang mana uang itu namanya Pambali Tali dan langsung pihak marapulai membalas dengan menyerahkan uang untuk pembeli kayu bakar (minyak tanah/bahan bakar untuk memasak) dan segera pula dibalas oleh calon anak daro untuk pembeli minyak harum atau parfum.
Pada kesempatan ini tanda pengikat yang dulu diserahkan kepada masing-masing keluarga calon dikembalikan, acara ini dilaksanakan 2 atau 3 hari sebelum hari H.
Jika salah satu pihak membatalkan perjanjian tersebut, maka kepada pihak yang merasa dirugikan berhak menerima sebanyak 2 atau 3 kali lipat dari nilai tanda yang diberikan.
Manjapuik Pambali
Dua hari kemudian, kerabat anak daro pergi kepasar beramai-ramai (7orang) dengan berpakaian adat (umumnya bewarna merah) untuk membeli bahan-bahan keperluan perhelatan dan dimasukkan ke dalam 2 buah ketiding/bakul. Dengan melihat pakaian adat yang dikenakan orang akan dapat mengetahui bahwa akan ada upacara pernikahan disuatu desa atau daerah.
Akad Nikah
Pada hari upacara Akad Nikah, keluarga, kerabat, tetua adat dan bako marapulai diundang oleh keluarga marapulai untuk datang kerumah orang tuanya dan disuguhi makanan. Sebelum mengantarkannya ke Mesjid yang berada dikampung anak daro tempat acara akad nikah dilangsungkan. An. Pihak keluarga marapulai memberikan nasehat dan gelar yang akan di imbaukan di labuah nan golong, di pasa nan rami yang disebut didalam adat ialah “Ketek banamo gadang bagala Apa bila seseorang laki-laki di Kurai telah yang menikah maka diwajibkan memanggilkan gelarnya dan apabila ada yang dengan sengaja menggilkan namanya maka yang memanggil itu dikenakan denda secara adat, gelar tersebut di Kurai biasanya Sutan.............atau bisa juga diberikan gelar Datuk.......(termasuk gelar pusako / Datuk mudo tapi bukan gelar pusako Datuk Penghulu nan 26 dan Pangka Tuo.
Marapulai biasanya berangkat dari rumah orang tuanya setelah shalat Dzuhur. La diiringi oleh Penghulu / datuk muda, Mamak dan kerabat laki-laki (biasanya terdiri dari 8 atau 10 oarang). Dan didalam kelompok ini harus ada orang yang pandai “Manitah” karena semua pembicaraan yang akan dilakukan dirumah anak daro dalam bentuk panitahan..
Anak daro diwakili oleh ayah, saudara laki-laki dan saudara laki-laki ayah. Mereka menanti pihak rombongan kerabat serta marapulai di Mesjid untuk melakukan akad nikah. Setelah akad nikah selesai, mereka bersama-sama marapulai dan kerabat marapulai menuju rumah orang tua anak daro. Sementara itu seluruh keluarga pihak anak daro, tetua adat, bako dan kerabat menunggu untuk menyambut marapulai dan rombongan datang setelah upacara akad nikah selesai.
Setelah sampai dirumah anak daro, Marapulai lebih dahulu melangkah melewati gerbang dan pintu rumah, baru diikuti yang lainnya. Ditangga rumah, seorang wanita yang dianggap paling tua dari kerabat anak daro menyambutnya dengan taburan beras kunyit. Kemudian marapulai didudukan tepat didepan kamar pengaremu
Setelah disuguhin makanan, kerabat dan keluarga marapulai yang mengantarkannya dan keluargeluarga kerabat pihak anak daro melakukan penitahaarga serla melepas marapulais dan pengiringnya pulang kebelum pang tuanya untuk istirahat.
Sore/malam harinya, marapulai kembali kerumah anak daro dengan lebih banyak pengiring/kerabat. Menak membawa selimut yang akan digunakan marapulai yang akan bermalam dirumah anak daro. Sejak malam itu marapulai tinggal dirumah anak daro dan juga membawa perlengkapan seperti selendang untuk anak daro, serta alat-alat mandi, juga pakaian marapulai yang akan dipajang di pasirek. (Jas, Sarung).
Manjalang Kandang
Pada kesempatan ini, kerabat semua famili wanita dari pihak marapulai datang kerumah orang tua anak daro untuk memperkenalkan diri dan mengenal anak daro serta kerabatnya. Dapat juga dilakukan pada sat hari nikah atau esok harinya tergantung mufakat kedua belah pihak
Bamalam
Tiga hari kemudian, anak daro dan marapulai dijemput oleh kerabat marapulai terdiri dari 5 atau 7 orang wanita untuk menginap semalam dirumah orang tua marapulai yang tujuan untuk memperkenalan anak daro lebih dekat dan akrab dengan keluarga / famili marapulai.
Keesokan harinya anak daro dijemput oleh kerabatnya yang terdiri dari 8 sampai 12 orang wanita dan mengenakan pakaian adat. Setelah disuguhi makanan dirurnah orang tua marapulai, mereka bersama mengiringkan anak daro dan marapulai kembali kerumah anak daro.
Dijapuik Bako
Sesudah bermalam kerumah mertua, biasanya acara dilanjutkan dengan acara Dijapuik Bako. dari pihak marapulai atau anak daro, maksudnya Bako dari marapulai / anak daro biasanya membuat suatu acara pula untuk mampasinggah / mengundang makan anak daro dan marapulai kerumahnya. Kadang-kadang bako anak daro lebih dahulu mampasinggah, kadang-kadang bako marapulai. Hal ini biasanya melalui kesepakatan antara bako saja.
Setelah semua upacara dilaksanakan, sebagai seorang suami, marapulai tinggal dirumah orang tua anak daro yang disebut "rumah gadang" (rumah amak). Dirumah ini terdapat kamar-kamar yang sesuai dengan jumlah anak perempuan dalam keluarga. Seseorang yang baru menikah menempati kamar terdepan bersama suaminya. Sementara anak laki-laki tidur diruang sebelah belakang atau bawah. Sesuai dengan sistem matrilineal yang dianut oeh orang kurai, anak lelaki memiliki ruang atau kamar dirumah ibunya dibagian belakang. Seiring dengan berkembangnya jaman, orang kurai tidak terlalu terikat / kaku menjalankan adat ini. Anak wanita yang telah menikah tinggal bersama suaminya dirumah yang mereka dirikan berdua, dan tidak selalu harus tinggal di rumah gadang, dan bersama - sama pula mengatur harta dan mata pencarian mereka dan menjaga serta membesarkan anak-anak mereka, akan tetapi upacara baralek tetap dilaksanakan di RUMAH GADANG tanpa meninggalkan / mengurangi tata cara pelaksanaan pernikahan yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita sejak dulu kalau dia masih mengaku sebagai urang Kurai. Walaupun seiring dengan perkembangan zaman, antara anak sudah berkenalan lebih dulu dan orang tua kedua belah pihak juga sudah saling mengenali calonnya, dan sebaliknya kadang kala orang tua kedua belah pihak belum saling berkenalan dan sianak membuat trik-trik untuk mepertemukan kedua orang tua mereka, umpamanya di pesta atau direstoran.
Sumbernya :
Adat Istiadat dan Tambo Kurai Limo Jorong (Bukittinggi)
Nagari Kurai Limo Jorong : Peran dan Fungsi Alim Ulama sarato Cadiak Pandai di Nagari Kurai Limo Jorong
Posting Komentar